Kesehatan dan Lingkungan Hidup: Mengintegrasi Masalah-Masalah Kesehatan dalam Pembangunan Berkelanjutan Nasional

 

Dr. Alex Andjaparidze

Wakil Kepala Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) di Timor Lorosa’e

 

“Manusia menempati posisi utama dalam masalah-masalah pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak mempunyai kehidupan yang sehat dan produktif, selaras dengan alam.” Puncak Bumi, Pernyataan Rio 1992

 

Harapan-harapan kesehatan di Timor Lorosa’e, seperti semua dunia, bergantung pada pengembangan lingkungan alam dan sosial kita secara berkelanjutan. Masalah-Masalah kesehatan tidak dapat dianggap terpisah dari berbagai unsur-unsur lingkungan seperti air dan air tawar, kemiskinan dan kondisi kehidupan, sanitasi, pembawa bahan-bahan kimia dan pembawa penyakit, kelebihan konsumsi dan kurangnya pembangunan, teknologi dan perdagangan.

 

Untuk menjamin kesehatan bagi semua orang di lingkunan yang sehat, perlu jauh lebih banyak daripada hanya penggunaan teknologi medikal, atau usaha sendiri dalam semua sektor kesehatan.

 

Usaha-usaha secara terintegrasi dari semua sektor, termasuk organisasi-organisasi, individu-individu, dan masyarakat, diperlukan untuk pengembangan pembangunan sosio-ekonomi yang berkelanjutan dan manusiawi, menjamin dasar lingkungan hidup dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan.

 

Seperti semua makhluk hidup, manusia juga bergantung pada lingkungannya untuk memenuhi keperluan-keperluan kesehatan dan kelangsungan hidup.

 

Kesehatanlah yang rugi apabila lingkungan tidak lagi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, air, sanitasi, dan tempat perlindungan yang cukup dan aman- karena kurangnya sumber-sumber atau distribusi yang tidak merata.

 

Kesehatanlah yang rugi apabila orang-orang menghadapi unsur-unsur lingkungan yang tidak ramah- seperti binatang-binatang mikro, bahan-bahan beracun, musuh bersenjata atau supir-supir yang mabuk.

 

Kesehatan manusia adalah keperluan dasar untuk pembangunan berkelanjutan. Tanpa kesehatan, manusia tidak dapat membangun apa pun, tidak dapat menentang kemiskinan, atau melestarikan lingkungan hidupnya. Sebaliknya, pelestarian lingkungan hidup merupakan hal pokok untuk kesejahteraan manusia dan proses pembangunan. Lingkungan yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat, sebaliknya lingkungan yang tidak sehat menyebabkan banyak penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan.

 

Pada tahun 2000 di Timor Lorosa’e, lembaga-lembaga yang menyembuhkan (LSM-LSM dan tim kedokteran militer di INTERFET) memberi lebih dari 690 000 konsultasi dan pengobatan. Lingkungan yang tidak sehat bertanggung jawab langsung atas kurang-lebih 70% penyakit yang dapat dicegah di Timor Lorosa’e, sakit pernapasan, diare dan malaria adalah yang paling buruk. Sakit pernapasan keras di kalangan dewasa dan anak-anak termasuk kurang-lebih 35% dari semua konsultasi dan pengobatan. Penyakit diare termasuk 30%, dan malaria termasuk 18% dari semua konsultasi. Bahkan, penjangkitan demam berdarah disertai linu pada sendi-sendi dan otot-otot yang berdarahan terus, radang otak Jepang dan penyakit-penyakit lain yang dibawa oleh vector bukanlah hal yang luar biasa di Timor Lorosa’e. Dikirakan bahwa 80% dari anak-anak di Timor Lorosa’e membawa infeksi parasit dalam ususnya, penyakit yang berhubungan erat dengan lingkungan hidup, khususnya dengan sanitasi yang kurang sehat.

 

Tiga penyebab utama kematian dan ketidakmampuan di Timor Lorosa’e adalah

1) penyakit menceret yang biasanya disebabkan oleh makanan dan air yang dikontaminasi dan kurangnya sanitasi, 2) penyakit pernafasan, khususnya TBC dan radang paru-paru yang disebabkan oleh konsidi kehidupan yang padat dan kurang sehat dan 3) malaria yang membawa maut yang disebabkan oleh kurangnya saluran pembuangan air dan pencegahan nyamuk.

Kematian di Timor Lorosa’e disebabkan oleh penyakit yang dibawa oleh agen yang lain seperti demam berdarah, ensefalitis Jepang, penyakit tidak menular dan penyakit kronis, kecelakaan di jalan raya dan kondisi-kondisi lainnya.

 

Marilah kita melihat keadaan lingkungan hidup di Dili sekarang ini. Diperkirakan, jumlah penduduk Dili adalah sebesar 120 000 di Dili, yang berarti kira-kira 20% dari jumlah penduduk Timor Lorosa’e. Di Dili perhatian terhadap masalah-masalah kesehatan pada periode pasca-krisis ini sedikit saja karena perhatian biasanya terfokus pada keperluan gawat darurat dan rehabilitasi/ pembangunan kembali. Dili tidak mempunyai sistem saluran air buangan untuk pembersihan limbah air. Praktek pengelolaan limbah air di Dili terdiri dari fasilitas pembuangan di tempat, dengan lubang WC atau tangki kotoran. Cair kotor dari lubang WC ini yang terkonsentrasi biasanya mengalir ke air tanah dangkal, dan cair kotor dari tangki kotoran yang tumpah mengkontaminasi got air muka. Tanpa sistem penyaluran air buangan, WC dan tangki kotoran yang ada mengotorkan air yang ditarik/dipompa dari tanah dan juga air di dalam got. Pemukaan air dalam tanah yang dangkal di bawah Dili menghambat infiltrasi limbah air di bawah permukaan, dan keadaan tersebut menjadi lebih buruk lagi apabila musim hujan. Saluran pipa untuk persediaan air (yang melayani kira-kira 50% dari penduduk kota) sering dipasang di dalam got jalan yang menunjukkan adanya kemungkinan air got masuk ke dalam pipa yang bocor.

 

Keadaan sanitasi dan air di Dili sekarang memungkinkan terkontaminasinya air minum dengan berbagai patogen yang menyebabkan penyakit menceret, radang hati, dan infeksi lain yang dibawa melalui air. Juga kekurangan sistem got/sistem saluran air yang cukup baik dan sistem penyimpanan air menambah ajang pemeliharaan agen-agen yang membawa malaria, infeksi demam berdarah, ensefalitis Jepang, filariases dan visceral leishmaniasis dalam kota dan di sekitar kota. Data pengamatan penyakit memberi indikasi bahwa selama tahun 2000, dalam kabupaten Dili ada kira-kira 30% menceret yang berdarah, 27% menceret yang berair, 40% infeksi demam berdarah dan 18% malaria dari semua kasus yang dilaporkan di Timor Lorosa’e.

 

Seperti yang sudah dilihat di banyak negara yang sudah berkembang, ada kemungkinan bahwa jumlah penduduk Dili akan berambah, dan akan menarik lebih banyak orang pedalaman pindah ke kota untuk mendapat pekerjaan. Apabila rencana-rencana untuk persediaan air dan sistem pengaturan pembuangan tidak dikembangkan bersamaan bertambahnya jumlah penduduk dan dampak terhadap lingkungan hidup akan memperburuk lagi masalah-masalah lingkungan hidup dan kesehatan di Dili.

 

Sebuah sistem persediaan air merupakan proses yang lengkap, dan fungsinya dapat diklasifikasi sebagai:

a)      Pengambilan dari sumber, pembersihan dan penyimpanan;

b)      Distribusi secara individu atau borongan; dan

c)      Pembuangan limbah air yang dihasilkan dengan pembersihan yang cukup.

 

Baru-baru ini, Bagian Pelayanan Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia membuat komitmen bersama atas sebuah usulan proyek untuk persediaan, rehabilitiasi dan perbaikan sistem persediaan air di Dili. Proposal ini hanya meliputi masalah pengambilan dari sumber dan tidak menangani pelaksanaan distribusi air atau pembuangan limbah air di masa yang akan datang.

 

Perbandingan pelayanan dalam sistem baru tersebut apabila dilaksanakan bertujuan mencapai 70%, berarti 30% penduduk bergantung pada sumber tradisional seperti air dalam tanah, sumur dangkal, sumur bor atau persediaan masyarakat umum yang berskala kecil yang tersebar di kota; sistem itu hampir tidak termasuk kontrol kuantitas dan kualitas air yang digunakan.

 

Persediaan air bersih yang direncanakan untuk setiap orang di perkotaan mencapai 248 liter sehari, lima kali lipat dari persediaan sekarang, yaitu kira-kira merupakan 50 liter. Jaringan distribusi yang ada sekarang tidak mampu menahan peningkatan mendadak dalam sistem persediaan air dan mungkin akan menyebabkan lebih banyak kebocoran, dan pecahnya pipa-pipa besar. Diakui dalam proposal itu bahwa apabila limbah air di kota tidak terkontrol dengan baik, penambahan dalam persediaan air mungkin akan menyebabkan bertambahnya limbah air sebanyak 2mm per hari dalam daerah distribusi dan mengalir sebagai air muka yang tersisa. Rawa-Rawa sementara yang diciptakan oleh kebanyakan limbah air yang dibuat di Dili mungkin akan mencemarkan tanah dan badan air muka, menyebabkan permukaan air bawah meningkat, dan menyebabkan lebih banyak dan menyulitkan infiltrasi di tanah lapisan bawah dan dekomposisi air buangan di dalam lubang WC.

 

Keadaan saluran dan fasilitas tempat pembuangan air dan penyaluran di Dili menunjukkan keadaan yang gawat.

 

Maksudnya bukannya bahwa sistem persediaan air yang kualitasnya lebih baik tidak sangat diperlukan di kota Dili. Memang sangat diperlukan. Akan tetapi, keprihatinan utama kita adalah bahwa proposal proyek itu tidak lengkap karena tidak menangani perencanaan secara bersamaan atas pengelolaan air dan masalah limbah air yang kemudian terjadi. Dalam keadaan seperti itu, bertambahnya limbah air mungkin akan menyebabkan penurunan kualitas air, terlepas dari upaya untuk memperbaiki kualitas persediaan air borongan.

 

Bagian Pelayanan Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan kepada Bagian Persediaan Air dan Pelayanan Sanitasi di ETTA bahwa kerjanya yang dijalankan dalam rehabilitasi persediaan air termasuk sistem pembagian di Dili seharusnya mengusulkan pembangunan pada waktu bersama-sama sebuah sistem retikulasi air buangan dan perbaikan terhadap sistem saluran yang sudah ada. Saya harap bahwa rekomendasi kami akan dipertimbangkan dan dimasukkan dalam proyek tersebut bila sudah dilaksanakan.

 

Tolong ingat asumsi-asumsi salah dari pengalaman negara lain berikut ini:

 

v     Perbaikan persediaan air saja menyebabkan kesehatan yang lebih baik. Tidak ada keperluan untuk sanitasi;

v     Perbaikan sanitasi hanya sedikit keuntungan untuk kesehatan dan tidak ada keuntungan sosio-ekonomi;

v     Semua pilihan sanitasi yang baik mahal dan sulit dipasang;

v     Air, udara dan tanah merupakan bahan tanpa ongkos dan kita seharusnya tidak membayar untuk perbaikannya;

v     Persediaan air yang cukup dan bersih saja sudah merupakan pra-kondisi untuk sanitasi yang baik;

v     Pemberian pesan-pesan akan mengubah tingkah laku orang-orang;

v     Sikap tradisional yang berdasarkan budaya merupakan halangan terhadap praktek-praktek sanitasi.

 

Memang mungkin bahwa anda sudah mendengar keterangan seperti ini dari organisasi-organisasi atau individu-individu tertentu. Walaupun begitu, sebaiknya anda mengingat bahwa yang disebutkan di atas merupakan asumsi-asumsi yang salah dan kita semua bertanggung jawab untuk mengoreksikannya dengan upaya untuk mendukung pentingnya pelaksanaan sanitasi yang berimbang dan keberlanjutan untuk semua orang Timor Lorosae. WHO memberi rekomendasi kuat bahwa proyek pembangunan apa saja di Timor Lorosa’e seharusnya mempertimbangkan pengaruh terhadap kesehatan penduduknya dan mendapatkan persetujuan dari lembaga-lembaga kesehatan. WHO bersedia memberi dukungan teknis yang diperlukan kepada Bagian Pelayanan Kesehatan dalam tugas yang penting ini.